DHIKKA PUTRI DJOHAR
catatan kecil al fakiir
Selasa, 04 September 2012
al i'tiraaf
Rabu, 09 Maret 2011
Cinta Rasulullah....

“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
*tertunduk diri ini...
yaa Rasulallah ya Habiballah...
Senin, 03 Januari 2011
hatiku berbisik...
Aku adalah aku. Aku bukan orang lain dan tidak seperti orang lain. Memang seringkali aku ingin berubah menjadi sosok orang lain yang kuanggap lebih dari diriku, tapi begitu aku mulai melangkah untuk bisa menjadi orang lain, aku selalu dan selalu gagal. Kadang disatu sisi aku berhasil menjadi orang lain, dan di satu sisi yang lain, aku tetaplah diriku sendiri. Aneh memang, ketika aku berubah menjadi sosok yang lain walau hanya sedikit sisi saja, justru tidaklah seindah dan senyaman yang dibayangkan, justru yang ada hanyalah kesedihan, kegundahan, ketertekanan dan rasa tak terdepinisi lainnya. Akhirnya aku sadar, jika aku adalah aku dengan segala keunikannya, aku tidak akan pernah bisa menjadi orang lain, seperti halnya orang lain tidak akan pernah bisa menjadi diriku.
Aku adalah Aku dengan segala sisi dan pernak perniknya. Ada sisi positip juga banyak sekali sisi negatip nya. Kesimpulannya, dalam sosok diriku tergambar dua buah hal yang terkandung dalam jiwa yang sama, kelebihan dan kekurangan. Terkadang aku begitu gembira ketika saatnya sisi positipku yang muncul kepermukaan, seperti gembiranya sang bumi ketika tiba saatnya sang mentari menyingkap tabir gelap sang kuasa malam. Terkadang aku begitu sedih dan gelisah ketiba saat sisi negatip dan kelemahanku yang mendominasi jiwaku, seperti sedihnya sang bumi ketika sang surya harus tenggelam dan berganti kuasa sang kegelapan.
Kadang aku berpikir, mengapa tidak hanya sisi positip yang ada dalam diriku ?, Bagaimanakah caranya aku memusnahkan segala sisi negatip yang bersemayan dalam bagian jiwaku ?. Sempurna, itu barangkali ungkapan yang paling tepat ketika kita memiliki hanya sisi positip. Tahukan engkau saudaraku, semakin aku berambisi menuju titik kesempurnaanku, justru semakin aku sadar betapa menggunungnya kelemahanku, aneh memang. Akhirnya aku harus mengalah dan berdamai dengan takdir penciptaanku, jika aku memang tidak akan pernah menjadi sempurna, tidak akan dan tidak akan pernah. Ketidaksempurnaan adalah sebuah aksioma yang tidak perlu diperdebatkan, karena itu adalah otoritas dan milik Sang Maha Pencipta.
Sekali lagi, itu dulu, dulu ketika ambisi menuju titik kesempurnaan diriku tidaklah terbingkai oleh pemahaman akan sipat kemanusiaanku dan hakikat penciptaanku. Tahukah engkau, ketika ambisi kesempurnaanku mencapai masa kejayaannya, aku bukan hanya berharap akan adanya kesempurnaan dalam diriku semata, tetapi juga sebuah ambisi untuk melihat dan mendapatkan kesempurnaan yang sama dari orang lain. Dengan kata lain, ketika ambisi kesempurnaan itu melingkupi sang ruh, kita senantiasa melihat orang diluar kita sangatlah jauh dari kata kesempurnaan, tidak seperti kesempurnaan yang kita angankan. Tahukah engkau apa yang selanjutnya terjadi ?, aku kecewa ketika ternyata aku justru semakin terpuruk dengan ketidaksempuranaanku, dengan tumpukan kelemahan dalam jiwaku yang semakin menjulang tinggi. Disisi yang lain, muncul kekecewaan ketika kita hanya bisa melihat ketidak sempurnaan yang sama pada orang lain diluar diri kita, yang sangat kita dambakan kesempurnaannya.
Apapun dan bagaimanapun yang terjadi dan bergolak dalam pengembaraan ruh dan jiwa ku, sudah sebuah kepastian jika roda waktu akan terus berputar, seperti keniscayaan berputarnya sang bumi mengitari kuasa sang surya. Suatu waktu, Sang Maha Kuasa menunjukan kasih sayangnya kepadaku, dengan menunjukan padaku tentang betapa menggunungnya kelemahanku, betapa lemahnya diriku, betapa banyaknya sisi negatipku….betapa dan betapa tidak sempurnanya aku. Ruh dan jiwaku pun kemudian mengkerut, seperti halnya daun putri malu yang mengkerut ketika ada sebuah tangan yang menumbuk permukaannya. Ruh dan jiwaku seakan terus dan terus mengkerut, mengkerdil seakan tak kuasa lagi untuk mengangkat dada tanda keangkuhan dan ambisi yang menggelora akan sebuah kata kesempuraan. Aku terdiam dan terdiam, aku merenung dan merenung. Aku merintih walau tanpa suara, aku menangis, aku menjerit walau hanya dalam hati.
Dan kini, seiring dengan pergantian malam menjadi siang, seperti halnya tanah kering yang berubah menjadi basah oleh tetesan sang air hujan, bersama dengan terus berdetaknya sang waktu, membuatku semakin tersadar akan siapa adanya diriku dan betapa tidak sempurnanya diriku. Sejak itu, aku bisa lebih bijak dalam memandang kehidupan, memandang makna kesempurnaan dan ketidak sempurnaan, tentang siapa adanya diriku dengan segala sisinya dan memandang orang lain juga dengan berbagai sisi dan ketidaksempurnaannya.
Air hujan begitu dinantikan sang bumi untuk membasahi tanah yang kering kerontang, juga dinantikan sang pohon dan makhluk fana bernama manusia, ketika sang hujan datang, dia begitu dinanti dan disyukuri, tapi ketika sang hujan semakin besar, sang manusia seringkali justru memandang hujan dengan sorot mata kebencian, andaikan bisa tentu ingin segera menghentikan tetes air hujan itu. Itulah bukti nyata ketidaksempurnaan kita.
Aku adalah aku dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dan itulah pertanda ketidaksempurnaanku sebagai makhluk. Dan orang lain adalah orang lain dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dan itulah pertanda ketidaksempurnaannya sebagai makhluk. Aku sebagai makhluk tidak sempurna dan engkau juga makhluk yang tidak sempurna.
Aku adalah aku dengan segala sisinya, dan dengan segala yang ada padaku aku harus menggunakannya dengan sepenuh hati dan jiwa untuk terus dan terus berjuang mengarungi pengembaraanku. Kelebihanku adalah sebuah modal berharga dalam pengembarannku, seperti halnya kelemahanku adalah sumber inspirasi untuk mencari dan mencari energi untuk mengarahkannya, sekaligus berusaha merubahnya menjadi sisi yang positip.
Aku adalah aku dengan segala sisinya, dan aku yang kini hidup adalah aku yang berusaha proporsional melihat kehidupanku dengan segala pernak perniknya. Aku yang kini hidup adalah aku yang tidak lagi berambisi melihat dan mendamba adanya kesempurnaan pada diriku juga pada dirmu dan pada orang lain, untuk menjadi sosok yang sempurna, sesempurna angan dan ambisi yang ada dibalik ketidaksempurnan.
Jika aku adalah sosok yang tidak sempurna, mengapa aku harus mendamba jiwa lain, dirimu dan dirinya harus menjadi sosok yang sempurna ?.
Dan sungguh aku merasa lebih damai dengan prinsip sederhana ini, ketika aku bisa berdamai dengan takdirku, seperti halnya aku bisa berdamai melihat segala kelebihan yang ada pada ruh diluar sang diri. Aku bisa menerima adanya kelemahanku, sepertihalnya aku lebih terbuka menerima adanya kelemahan pada diri diluar sang diri, juga pada dirimu. Kelemahan adalah sebuah keniscayaan, dan letak masalah sesungguhnya bukan pada kelemahan itu sendiri, tetapi pada penyikapan kita terhadap adanya kelemahan itu sendiri.
Aku bisa mencintai diriku dengan segala kelebihan dan kelemahanku, sepertihalnya aku akan selalu berusaha untuk mencintai dan menyayangi ruh di luar sang diri, dengan segala kelebihan juga kelemahannya. Aku tidak akan bertanya apa kelebihanmu dan apa saja kekuranganmu, karena tanpa engkau menceritakannya, aku sudah tahu jika pasti ada setumpuk kelebihan bersemayam dalam dadamu, bersama segunung kelemahan bercokol dalam sisi dadamu yang lain.
Aku hanya ingin berkata, aku bisa menerima ruh lain, ruh mu dengan utuh. Aku berjanji untuk mensyukuri segala kelebihanmu dan aku akan mencintai segala kelemahanmu seperti halnya aku mencintai kelebihanmu.
Aku tidak akan pernah meminta engkau, siapapun adanya dirimu untuk bisa mencintai kelemahanku, untuk mencintai diriku dengan utuh, seutuh langit dan bumi, seutuh terang dan kegelapan. Karena bagiku, bisa mencintaimu dan mencintai orang lain dengan tulus dan utuh telah cukup untuk membuatku tersenyum dan merasa bahagia. Aku tidak akan pernah menuntut engkau untuk mencintaiku, karena aku hanya bisa berjanji untuk hanya mencintaimu dengan seutuhnya, berjanji untuk memberikan yang terbaik dari diriku untukmu, memberikan yang terbaik dari ruhku untuk membuatmu selalu tersenyum dalam damai, tersenyum dalam suka maupun duka, tersenyum siang maupun malam, tersenyum sampai engkau berada dalam tidur panjangmu. Aku hanya ingin memberi, karena yang aku tahu, hakikat dari cinta adalah ketika kita bisa memberi kepada orang yang kita cintai.
Aku tidak akan pernah menuntut engkau untuk menerima kelemahanku, karena bagiku, ketika engkau bisa merasa damai dengan cinta yang aku berikan, itu sudah cukup bagiku untuk merasa berarti dalam pengembaraan diriku.
Dalam surat cintanya kepada kepada May Ziadah, Kahlil Gibran mengatakan : Setiap hati mempunyai kodratnya sendiri. Setiap hati punya arah istimewa. Setiap hati punya tempat untuk menyepi, disitulah tempat istirahat guna mencari pelipur lara dan duka. Setiap hati mendambakan hati lain yang dapat bersatu guna menikmati berkah kehidupan dan ketentraman atau melupakan kepedihan hidup dan penderitaan.
Dan aku tidak akan menuntut engkau untuk bisa menjadi pelipur laraku, karena aku hanya ingin diriku bisa menjadi pelipur lara bagi segala dukamu, melupakan segala kepedihan hidup dan penderitaanmu.
Kini aku baru mengerti tentang makna ikhtiar dan esensi dari kata tawakal, aku baru menyadari akan pentingnya bisa memahami dari pada sekadar untuk meminta dipahami. Aku semakin tidak kuasa walau hanya untuk mencibir dan menyalahkan orang lain, sepertihalnya aku semakin ingin mencintai daripada mengotori hati dengan kata benci. Kini aku belajar untuk bisa semakin bijak memandang makna takdir dan keputusan Sang Pembuat Takdir, seperti halnya aku ingin bisa merasakan setumpuk mutiara makna dari setitik peristiwa yang terjadi dalam setiap episode kehidupan, baik episode menyenangkan ataupun episode yang lebih menguras air mata dan kepedihan dihati. Kini aku semakin menyadari jika Sang Kuasa jauh lebih mencintaiku daripada cintaku pada diriku sendiri, jika Sang Pencipta menyayangiku dan hanya ingin memberikan makna hidup yang terbaik dalam pengembaraan hidupku. Kini aku semakin mengerti, jika aku ingin mendapat mutiara cinta makhluk-MU bersemayam dalam hatiku, terlebih dahulu aku harus mempersembahkan mutiara terindah cintaku kepada Rabb ku. Jika aku ingin mendapat cinta suci sesuci penciptaan diriku, aku terlebih dahulu harus mentuluskan cintaku pada sang pemberi makna cinta itu sendiri.
Aku adalah aku dengan segala ketidaksempurnaanya. Engkau adalah engkau dengan segala ketidaksempurnaannya. Aku dan engkau adalah sama tidak sempurnanya.
Cinta itu sebatang kayu yang baik.
Akarnya tetap di bumi, tapi cabangnya di langit
Dan buahnya lahir di hati, lidah dan anggota badannya.
Ditunjukan oleh pengharuh-pengaruh yang muncul dari cinta itu dalam hati dan anggota badan,
Seperti ditunjukkannya asap dalam api dan ditunjukkannya buah dalam pohon.
(Ghazali)
Terimakasih engkau telah sudi mendengar bisikan dalam hatiku. Engkau mungkin tidak akan pernah mengerti tentang apa yang telah aku tulis ini. Semoga Allah senantiasa melimpahkan cahayanya dalam dalam dadamu, semoga tuhan senantiasa melindungi mu, karena Dia mencintai-Mu.
Minggu, 02 Januari 2011
PengESAan Kekasih...
Kala engkau mengetahui premis judul itu, maka sudah tidak mungkin lagi tercampur dalam hatimu kecintaan pada Kekasih Yang MAha Tinggi dengan kecintaan pada gambaran selainNYa. Bahkan keduanya merupakan dua hal yang saling bertentangn dan tidak bisa bertemu. Salah satunya haruslah di depak dari rumah hati.
hati...
"Hati seseorang seberapa bening, tak ada yang tahu. Hati seseorang seberapa tulus mencintai, tak ada yang tahu. Hati seseorang seberapa sabar menghadapi uji, pun tidak ada yang tahu. Hanya seseorang yang memiliki hati itu sendiri dan Zat yang Maha Mengetahui. Karena memang begitulah karakteristik amalan hati, ia tak bisa berkata, pun ketika berkata belum tentu kenyataanya demikian. Sedalam-dalam lautan pun masih ada lautan lain yang masih dalam. Sederita luar biasa yang kita rasakan ternyata ada yang lebih menderita. Dan justru ketika kita melihat orang yang menderita, ternyata ia sendiri tidak merasakan deritanya sebagai suatu penderitaan. Memang aneh dunia ini, semuanya serba semu, tidak ada yang trivial..."
Syarat Doa Mustajab
Meningkatkan HDI di Era Global melalui Pendidikan Yang berkualitas
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya, maka makalah yang mengangkat tema ‘PENTINGNYA MENAIKKAN HDI (Human Development Index) DI ERA GLOBAL MELALUI PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS’ ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menjelaskan peningkatan mutu pendidikan sebagai solusi menaikkan HDI dan bersaing di era global dalam makalah ini. Makalah ini terbagi sub bab yang membahas mengenai kualitas pendidikan, faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan, dan solusi atas permasalahan pendidikan yang tejadi di Indonesia.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen Mata kuliah Pendidikan Pancasila, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari tanpa bantuan dan kerjasama semua pihak, makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya para mahasiswa Indonesia.
Yogyakarta, 27 November 2010
Penulis,
Dhikka Reka Timur
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................i
Kata Pengantar..........................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
Pendahuluan................................................................................................................1
a. Latar Belakang Masalah..............................................................................1
b. Rumusan Masalah..........................................................................................2
c. Tujuan Penulisan.......................................................................................3
d. Manfaat Penulisan.......................................................................................3
BAB II......................................................................................................................5
Pembahasan....................................................................................................................5
BAB III....................................................................................................................23
Penutup....................................................................................................................24
a. Kesimpulan....................................................................................................24
b. Saran..............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................26