Selasa, 04 September 2012

al i'tiraaf

--------------------al i'tiraaf--------------------

وَاللهِ لَوْ عَلِمُوْا قَبِيْحَ سَرِيْرَتِيْ
لأَبَى السَّلاَمَ عَلَيَّ مَنْ يَلْقَانِيْ
وَلَأَعْرَضُوْا عَنِّيْ وَمَلُّوْا صُحْبَتِيْ
وَلَبُؤْتُ بَعْدَ كَرَامَةٍ بِهَوَانِ
لَكِنْ سَتَرْتَ مَعَايِبِيْ وَمَثَالِبِيْ
وَحَلِمْتَ عَنْ سَقَطِيْ وَعَنْ طُغْيَانِيْ
فَلَكَ الْمَحَامِدُ وَالْمَدَائِحُ كُلُّهَا
بِخَوَاطِرِيْ وَجَوَارِحِيْ وَلِسَانِيْ
وَلَقَدْ مَنَنْتَ عَلَيَّ رَبِّ بِأَنْعُمِ
مَالِيْ بِشُكْرِ أَقَلِّهِنَّ يَدَانِ




Demi Allah, seandainya mereka mengetahui jeleknya hatiku
Niscaya orang yang bertemu denganku akan enggan menyalamiku
Mereka akan berpaling dariku dan bosan berteman denganku
Aku akan menjadi hina setelah mulia
Tetapi Engkau menutupi kecacatan dan kesalahanku
Dan Engkau bersikap lembut dari dosa dan keangkuhanku
Bagi-Mu lah segala pujian dengan hati, badan dan lidahku
Sungguh, Engkau telah memberiku nikmat yang begitu banyak
Tetapi aku kurang mensyukuri nikmat-nikmat tersebut
[Nuniyah al-Qohthoni hal. 9 ]

Rabu, 09 Maret 2011

Cinta Rasulullah....

“Manusia tidak jatuh ‘ke dalam’ cinta, dan tidak juga keluar ‘dari cinta’. Tapi manusia tumbuh dan besar dalam cinta”.
Cinta, di banyak waktu dan peristiwa orang selalu berbeda mengartikannya. Tak ada yang salah, tapi tak ada juga yang benar sempurna penafsirannya. Karena cinta selalu berkembang, ia seperti udara yang mengisi ruang kosong. Cinta juga seperti air yang mengalir ke dataran yang lebih rendah.
Tapi ada satu yang bisa kita sepakati bersama tentang cinta. Bahwa cinta, akan membawa sesuatu menjadi lebih baik, membawa kita untuk berbuat lebih sempurna. Mengajarkan pada kita betapa, besar kekuatan yang dihasilkannya. Cinta membuat dunia yang penat dan bising ini terasa indah, paling tidak bisa kita nikmati dengan cinta.
Cinta mengajarkan pada kita, bagaimana caranya harus berlaku jujur dan berkorban, berjuang dan menerima, memberi dan mempertahankan. Teringat kisah Bandung Bondowoso yang tak tanggung-tanggung membangunkan seluruh jin dari tidurnya dan menegakkan seribu candi untuk Lorojonggrang seorang. Sakuriang tak kalah dahsyatnya, diukirnya tanah menjadi sebuah telaga dengan perahu yang megah dalam semalam demi Dayang Sumbi terkasih yang ternyata ibu sendiri. Tajmahal yang indah di India, di setiap jengkal marmer bangunannya terpahat nama kekasih buah hati sang raja juga terbangun karena cinta. Bisa jadi, semua kisah besar dunia, berawal dari cinta.
Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun samudera kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang merajut hamparan permadani kasih sayang. Cinta adalah hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia dan kehidupan yang lebih baik.
Dan Islam tidak saja mengagungkan cinta tapi memberikan contoh kongkrit dalam kehidupan. Lewat kehidupan manusia mulia, Rasulullah tercinta.
Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur’an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku.”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, jika mungkin.
Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membukan mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: “Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka.
“Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.”
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu.”
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telingan ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
Ummatii, ummatii, ummatiii” Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya?


*tertunduk diri ini...
yaa Rasulallah ya Habiballah...

Senin, 03 Januari 2011

hatiku berbisik...

Assalamualaikum...

Wahai engkau yang bersemayam dalam rongga dadaku, siapapun adanya dirimu, ijinkan aku menggangu damai kesendirianmu. Aku hanya ingin berbagi cerita denganmu, cerita tentang aku dan apa yang ada dalam diriku, cerita tentang kesempurnaan dan makna ketidak sempurnaan, termasuk berbicara tentang makna cinta, setidaknya tentang makna cinta yang bisa ku mengerti. Aku tidak memintamu untuk mendengarkan apa yang terdengar dari bibirku, aku hanya meminta engkau merasakan makna yang bersemayan dalam ruh ku ketika engkau mendengar ceritaku. Aku tidak meminta engkau untuk mau mengerti, aku hanya meminta ijinmu supaya aku dapat mengerti tentang dirimu, lewat cerita tentang diriku.

Aku adalah aku. Aku bukan orang lain dan tidak seperti orang lain. Memang seringkali aku ingin berubah menjadi sosok orang lain yang kuanggap lebih dari diriku, tapi begitu aku mulai melangkah untuk bisa menjadi orang lain, aku selalu dan selalu gagal. Kadang disatu sisi aku berhasil menjadi orang lain, dan di satu sisi yang lain, aku tetaplah diriku sendiri. Aneh memang, ketika aku berubah menjadi sosok yang lain walau hanya sedikit sisi saja, justru tidaklah seindah dan senyaman yang dibayangkan, justru yang ada hanyalah kesedihan, kegundahan, ketertekanan dan rasa tak terdepinisi lainnya. Akhirnya aku sadar, jika aku adalah aku dengan segala keunikannya, aku tidak akan pernah bisa menjadi orang lain, seperti halnya orang lain tidak akan pernah bisa menjadi diriku.

Aku adalah Aku dengan segala sisi dan pernak perniknya. Ada sisi positip juga banyak sekali sisi negatip nya. Kesimpulannya, dalam sosok diriku tergambar dua buah hal yang terkandung dalam jiwa yang sama, kelebihan dan kekurangan. Terkadang aku begitu gembira ketika saatnya sisi positipku yang muncul kepermukaan, seperti gembiranya sang bumi ketika tiba saatnya sang mentari menyingkap tabir gelap sang kuasa malam. Terkadang aku begitu sedih dan gelisah ketiba saat sisi negatip dan kelemahanku yang mendominasi jiwaku, seperti sedihnya sang bumi ketika sang surya harus tenggelam dan berganti kuasa sang kegelapan.

Kadang aku berpikir, mengapa tidak hanya sisi positip yang ada dalam diriku ?, Bagaimanakah caranya aku memusnahkan segala sisi negatip yang bersemayan dalam bagian jiwaku ?. Sempurna, itu barangkali ungkapan yang paling tepat ketika kita memiliki hanya sisi positip. Tahukan engkau saudaraku, semakin aku berambisi menuju titik kesempurnaanku, justru semakin aku sadar betapa menggunungnya kelemahanku, aneh memang. Akhirnya aku harus mengalah dan berdamai dengan takdir penciptaanku, jika aku memang tidak akan pernah menjadi sempurna, tidak akan dan tidak akan pernah. Ketidaksempurnaan adalah sebuah aksioma yang tidak perlu diperdebatkan, karena itu adalah otoritas dan milik Sang Maha Pencipta.

Sekali lagi, itu dulu, dulu ketika ambisi menuju titik kesempurnaan diriku tidaklah terbingkai oleh pemahaman akan sipat kemanusiaanku dan hakikat penciptaanku. Tahukah engkau, ketika ambisi kesempurnaanku mencapai masa kejayaannya, aku bukan hanya berharap akan adanya kesempurnaan dalam diriku semata, tetapi juga sebuah ambisi untuk melihat dan mendapatkan kesempurnaan yang sama dari orang lain. Dengan kata lain, ketika ambisi kesempurnaan itu melingkupi sang ruh, kita senantiasa melihat orang diluar kita sangatlah jauh dari kata kesempurnaan, tidak seperti kesempurnaan yang kita angankan. Tahukah engkau apa yang selanjutnya terjadi ?, aku kecewa ketika ternyata aku justru semakin terpuruk dengan ketidaksempuranaanku, dengan tumpukan kelemahan dalam jiwaku yang semakin menjulang tinggi. Disisi yang lain, muncul kekecewaan ketika kita hanya bisa melihat ketidak sempurnaan yang sama pada orang lain diluar diri kita, yang sangat kita dambakan kesempurnaannya.

Apapun dan bagaimanapun yang terjadi dan bergolak dalam pengembaraan ruh dan jiwa ku, sudah sebuah kepastian jika roda waktu akan terus berputar, seperti keniscayaan berputarnya sang bumi mengitari kuasa sang surya. Suatu waktu, Sang Maha Kuasa menunjukan kasih sayangnya kepadaku, dengan menunjukan padaku tentang betapa menggunungnya kelemahanku, betapa lemahnya diriku, betapa banyaknya sisi negatipku….betapa dan betapa tidak sempurnanya aku. Ruh dan jiwaku pun kemudian mengkerut, seperti halnya daun putri malu yang mengkerut ketika ada sebuah tangan yang menumbuk permukaannya. Ruh dan jiwaku seakan terus dan terus mengkerut, mengkerdil seakan tak kuasa lagi untuk mengangkat dada tanda keangkuhan dan ambisi yang menggelora akan sebuah kata kesempuraan. Aku terdiam dan terdiam, aku merenung dan merenung. Aku merintih walau tanpa suara, aku menangis, aku menjerit walau hanya dalam hati.

Dan kini, seiring dengan pergantian malam menjadi siang, seperti halnya tanah kering yang berubah menjadi basah oleh tetesan sang air hujan, bersama dengan terus berdetaknya sang waktu, membuatku semakin tersadar akan siapa adanya diriku dan betapa tidak sempurnanya diriku. Sejak itu, aku bisa lebih bijak dalam memandang kehidupan, memandang makna kesempurnaan dan ketidak sempurnaan, tentang siapa adanya diriku dengan segala sisinya dan memandang orang lain juga dengan berbagai sisi dan ketidaksempurnaannya.

Air hujan begitu dinantikan sang bumi untuk membasahi tanah yang kering kerontang, juga dinantikan sang pohon dan makhluk fana bernama manusia, ketika sang hujan datang, dia begitu dinanti dan disyukuri, tapi ketika sang hujan semakin besar, sang manusia seringkali justru memandang hujan dengan sorot mata kebencian, andaikan bisa tentu ingin segera menghentikan tetes air hujan itu. Itulah bukti nyata ketidaksempurnaan kita.

Aku adalah aku dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dan itulah pertanda ketidaksempurnaanku sebagai makhluk. Dan orang lain adalah orang lain dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dan itulah pertanda ketidaksempurnaannya sebagai makhluk. Aku sebagai makhluk tidak sempurna dan engkau juga makhluk yang tidak sempurna.

Aku adalah aku dengan segala sisinya, dan dengan segala yang ada padaku aku harus menggunakannya dengan sepenuh hati dan jiwa untuk terus dan terus berjuang mengarungi pengembaraanku. Kelebihanku adalah sebuah modal berharga dalam pengembarannku, seperti halnya kelemahanku adalah sumber inspirasi untuk mencari dan mencari energi untuk mengarahkannya, sekaligus berusaha merubahnya menjadi sisi yang positip.

Aku adalah aku dengan segala sisinya, dan aku yang kini hidup adalah aku yang berusaha proporsional melihat kehidupanku dengan segala pernak perniknya. Aku yang kini hidup adalah aku yang tidak lagi berambisi melihat dan mendamba adanya kesempurnaan pada diriku juga pada dirmu dan pada orang lain, untuk menjadi sosok yang sempurna, sesempurna angan dan ambisi yang ada dibalik ketidaksempurnan.

Jika aku adalah sosok yang tidak sempurna, mengapa aku harus mendamba jiwa lain, dirimu dan dirinya harus menjadi sosok yang sempurna ?.

Dan sungguh aku merasa lebih damai dengan prinsip sederhana ini, ketika aku bisa berdamai dengan takdirku, seperti halnya aku bisa berdamai melihat segala kelebihan yang ada pada ruh diluar sang diri. Aku bisa menerima adanya kelemahanku, sepertihalnya aku lebih terbuka menerima adanya kelemahan pada diri diluar sang diri, juga pada dirimu. Kelemahan adalah sebuah keniscayaan, dan letak masalah sesungguhnya bukan pada kelemahan itu sendiri, tetapi pada penyikapan kita terhadap adanya kelemahan itu sendiri.

Aku bisa mencintai diriku dengan segala kelebihan dan kelemahanku, sepertihalnya aku akan selalu berusaha untuk mencintai dan menyayangi ruh di luar sang diri, dengan segala kelebihan juga kelemahannya. Aku tidak akan bertanya apa kelebihanmu dan apa saja kekuranganmu, karena tanpa engkau menceritakannya, aku sudah tahu jika pasti ada setumpuk kelebihan bersemayam dalam dadamu, bersama segunung kelemahan bercokol dalam sisi dadamu yang lain.

Aku hanya ingin berkata, aku bisa menerima ruh lain, ruh mu dengan utuh. Aku berjanji untuk mensyukuri segala kelebihanmu dan aku akan mencintai segala kelemahanmu seperti halnya aku mencintai kelebihanmu.

Aku tidak akan pernah meminta engkau, siapapun adanya dirimu untuk bisa mencintai kelemahanku, untuk mencintai diriku dengan utuh, seutuh langit dan bumi, seutuh terang dan kegelapan. Karena bagiku, bisa mencintaimu dan mencintai orang lain dengan tulus dan utuh telah cukup untuk membuatku tersenyum dan merasa bahagia. Aku tidak akan pernah menuntut engkau untuk mencintaiku, karena aku hanya bisa berjanji untuk hanya mencintaimu dengan seutuhnya, berjanji untuk memberikan yang terbaik dari diriku untukmu, memberikan yang terbaik dari ruhku untuk membuatmu selalu tersenyum dalam damai, tersenyum dalam suka maupun duka, tersenyum siang maupun malam, tersenyum sampai engkau berada dalam tidur panjangmu. Aku hanya ingin memberi, karena yang aku tahu, hakikat dari cinta adalah ketika kita bisa memberi kepada orang yang kita cintai.

Aku tidak akan pernah menuntut engkau untuk menerima kelemahanku, karena bagiku, ketika engkau bisa merasa damai dengan cinta yang aku berikan, itu sudah cukup bagiku untuk merasa berarti dalam pengembaraan diriku.

Dalam surat cintanya kepada kepada May Ziadah, Kahlil Gibran mengatakan : Setiap hati mempunyai kodratnya sendiri. Setiap hati punya arah istimewa. Setiap hati punya tempat untuk menyepi, disitulah tempat istirahat guna mencari pelipur lara dan duka. Setiap hati mendambakan hati lain yang dapat bersatu guna menikmati berkah kehidupan dan ketentraman atau melupakan kepedihan hidup dan penderitaan.

Dan aku tidak akan menuntut engkau untuk bisa menjadi pelipur laraku, karena aku hanya ingin diriku bisa menjadi pelipur lara bagi segala dukamu, melupakan segala kepedihan hidup dan penderitaanmu.

Kini aku baru mengerti tentang makna ikhtiar dan esensi dari kata tawakal, aku baru menyadari akan pentingnya bisa memahami dari pada sekadar untuk meminta dipahami. Aku semakin tidak kuasa walau hanya untuk mencibir dan menyalahkan orang lain, sepertihalnya aku semakin ingin mencintai daripada mengotori hati dengan kata benci. Kini aku belajar untuk bisa semakin bijak memandang makna takdir dan keputusan Sang Pembuat Takdir, seperti halnya aku ingin bisa merasakan setumpuk mutiara makna dari setitik peristiwa yang terjadi dalam setiap episode kehidupan, baik episode menyenangkan ataupun episode yang lebih menguras air mata dan kepedihan dihati. Kini aku semakin menyadari jika Sang Kuasa jauh lebih mencintaiku daripada cintaku pada diriku sendiri, jika Sang Pencipta menyayangiku dan hanya ingin memberikan makna hidup yang terbaik dalam pengembaraan hidupku. Kini aku semakin mengerti, jika aku ingin mendapat mutiara cinta makhluk-MU bersemayam dalam hatiku, terlebih dahulu aku harus mempersembahkan mutiara terindah cintaku kepada Rabb ku. Jika aku ingin mendapat cinta suci sesuci penciptaan diriku, aku terlebih dahulu harus mentuluskan cintaku pada sang pemberi makna cinta itu sendiri.

Aku adalah aku dengan segala ketidaksempurnaanya. Engkau adalah engkau dengan segala ketidaksempurnaannya. Aku dan engkau adalah sama tidak sempurnanya.


Cinta itu sebatang kayu yang baik.
Akarnya tetap di bumi, tapi cabangnya di langit
Dan buahnya lahir di hati, lidah dan anggota badannya.
Ditunjukan oleh pengharuh-pengaruh yang muncul dari cinta itu dalam hati dan anggota badan,
Seperti ditunjukkannya asap dalam api dan ditunjukkannya buah dalam pohon.
(Ghazali)


Terimakasih engkau telah sudi mendengar bisikan dalam hatiku. Engkau mungkin tidak akan pernah mengerti tentang apa yang telah aku tulis ini. Semoga Allah senantiasa melimpahkan cahayanya dalam dalam dadamu, semoga tuhan senantiasa melindungi mu, karena Dia mencintai-Mu.

Wassalamualaikum...

*myQuran


Shollu'AlannabiyMuHAMMAD...!

Minggu, 02 Januari 2011

PengESAan Kekasih...


Kala engkau mengetahui premis judul itu, maka sudah tidak mungkin lagi tercampur dalam hatimu kecintaan pada Kekasih Yang MAha Tinggi dengan kecintaan pada gambaran selainNYa. Bahkan keduanya merupakan dua hal yang saling bertentangn dan tidak bisa bertemu. Salah satunya haruslah di depak dari rumah hati.
Siapa yang energi cintanya di curahkan pada Kekasih Yang Maha Tinggi sehingga kecintaan kepada selainNya di anggap batil dan merupakan siksa bagi hatinya, maka hal itu akan menghalanginya untuk mencintai yang selainNya.
Kecintaan pada konsepsi duniawi itu akan menghilangkan kecintaan pada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi hamba. Karena itu, hendaklah seorang hamba memilih diantara dua cinta. Keduanya tidak mungkin bisa berkumpul dalam satu hati dan tidak mungkin bisa menghilangkan keduanya dari hati. Siapa yang berpaling dari kecintaan kepada Allah, mengingatNya dan kecintaan untuk bertemu denganNya, maka Allah akan mengujinya dengan kecintaan kepada selainNYa.
Mungkin Dia menyiksanya dengan mencintai berhala, mencintai keturunan, mencintai amrad, mencintai para perempuan, mencintai kerabat dan rekan,dll. Karena manusia itu adalah budak dari kekasihnya dalam kondisi apapun...

Memang benar, ada habluminallah dan habluminannas,,,tapi perhatikan mana yang haram dan mana yang halal.
Dewasa ini banyak anak muda yang terjebak dengan nafsu syaitan, mereka banyak terjebak dengan cinta mubah. Cinta seseorang kepada perempuan yang cantik. Atau ketika dia melihat perempuan itu tanpa di sengaja, sehingga hatinya tertambat padanya. Akan tetapi dari hal itu tidak muncl perbuatan maksiat. Ini adalah cinta yang sama sekali tidak bisa dikuasai, sehingga tidak ada hukuman akan hal itu. Akan tetapi yang lebih bermanfaat adalah dia menghiraukannya serta menyibukkan diri dengan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi dirinya. Dia wajib menyimpan cinta itu, menyucikan dirinya dan bersabar. Kalau sudah demikan, maka Allah akan meneguhkannya atas kesabaran dan kesuciannya. Dia juga bakal mendapat tawfiq untuk meninggalkan hawa nafsu yang buruk, dan hanya mencari ridha Allah belaka...



*Masih dikutip dari buku yang sama(post sebelum ini)

hati...


"Hati seseorang seberapa bening, tak ada yang tahu. Hati seseorang seberapa tulus mencintai, tak ada yang tahu. Hati seseorang seberapa sabar menghadapi uji, pun tidak ada yang tahu. Hanya seseorang yang memiliki hati itu sendiri dan Zat yang Maha Mengetahui. Karena memang begitulah karakteristik amalan hati, ia tak bisa berkata, pun ketika berkata belum tentu kenyataanya demikian. Sedalam-dalam lautan pun masih ada lautan lain yang masih dalam. Sederita luar biasa yang kita rasakan ternyata ada yang lebih menderita. Dan justru ketika kita melihat orang yang menderita, ternyata ia sendiri tidak merasakan deritanya sebagai suatu penderitaan. Memang aneh dunia ini, semuanya serba semu, tidak ada yang trivial..."

Syarat Doa Mustajab

Doa dan ta'awwudz itu laksana senjata. Keampuhan senjata itu sepenuhnya tergantung pada pemegangnya, tidak semata karena senjata itu. Ketika sebuah senjata itu adalah senjata tajam, ampuh, dan tidak memiliki cacat sama sekali, sementara lenagn yang memegangnya adalah lengan yang kokoh, dan tdak ada penghalang sama sekali, maka tujuan untuk merobohkan musuh bisa tercapai. Akan tetapi kalau salah satu dari tiga syarat ini tidak terpenuh, maka pengaruhnya pasti berbeda. Kalau doa itu secara inheren tidak baik, atau sang pendoa tidak menggabungkan antara hati dan lisannya ketika berdoa, atau terdapat penghalang dikabulkannya doa itu, maka khasiat doa itu tidak ada lagi...

dikutip dari buku "Al-jawab al-Kafi liman Sa'ala 'an al-Jawab al-Syafi" penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Meningkatkan HDI di Era Global melalui Pendidikan Yang berkualitas

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya, maka makalah yang mengangkat tema ‘PENTINGNYA MENAIKKAN HDI (Human Development Index) DI ERA GLOBAL MELALUI PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS’ ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menjelaskan peningkatan mutu pendidikan sebagai solusi menaikkan HDI dan bersaing di era global dalam makalah ini. Makalah ini terbagi sub bab yang membahas mengenai kualitas pendidikan, faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan, dan solusi atas permasalahan pendidikan yang tejadi di Indonesia.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen Mata kuliah
Pendidikan Pancasila, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari tanpa bantuan dan kerjasama semua pihak, makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya para mahasiswa Indonesia.

Yogyakarta, 27 November 2010

Penulis,

Dhikka Reka Timur

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................i

Kata Pengantar..........................................................................................................ii

Daftar Isi..................................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

Pendahuluan................................................................................................................1

a. Latar Belakang Masalah..............................................................................1

b. Rumusan Masalah..........................................................................................2

c. Tujuan Penulisan.......................................................................................3

d. Manfaat Penulisan.......................................................................................3

BAB II......................................................................................................................5

Pembahasan....................................................................................................................5

BAB III....................................................................................................................23

Penutup....................................................................................................................24

a. Kesimpulan....................................................................................................24

b. Saran..............................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................26